My Life And Spirit For Malang City!

Tak seMalang yang dulu..

Malang memang Kota Pelajar, banyak mahasiswa berasal dari luar Malang yang kemudian menetap di Malang untuk berilmu, tidak hanya di dominasi mahasiswa dari luar Malang yang masih dalam lingkup pulau jawa saja, tapi juga mahasiswa berasal dari luar jawa seperti  Bali, Nusa Tenggara, Sulawesi, Kalimantan, Maluku, Papua, dan daerah luar jawa lainnya. Bahkan di beberapa Universitas juga terdapat mahasiswa Asing yang menetap di Malang untuk melanjutkan Progam Studi.
Didukung oleh letak Kota Malang yang secara Geografis mempunyai keindahan alam bagai lukisan surga di dunia, Kota Malang semakin menarik banyaknya minat mahasiswa dari luar Kota Malang untuk melanjutkan progam studi dan menetap disana. Hal ini dapat dilihat melalui prosentase pertambahan penduduk Kota Malang yang membludak  dari tahun ketahun karena semakin banyak jumlah imigrasi pelajar yang memasuki Kota Malang untuk melanjutkan progam studi.  Kepadatan penduduk  didominasi mahasiswa yang merupakan salah satu agen of consumering, dimanfaatkan oleh beberapa pihak  busnisser  yang ingin meraup untuk sebanyak – banyaknya. Dengan modal yang mereka miliki, mereka membangun Mall, Ruko – Ruko, dan berbagai macam tempat yang dipenuhi oleh label DISKON untuk menarik minat pembeli. Karena biasanya para Mahasiswilah yang jadi korban manipulasi harga seperti ini, mereka akan berubah kepribadiannya menjadi ganas saat melihat diskon besar – besaran terpampang dipusat perbelanjaan, bagaikan lupa bumi dan daratan tanpa berfikir besok ingin makan dengan apa, mereka segera memburu barang yang mereka incar dengan harga murah.  
Kota Malang yang dulu sejuk, tenang dan diorientasikan untuk menuntut ilmu, kini beralih fungsi menjadi kota yang dipenuhi kendaraan, ramai, dan kerlap kerlip lampu pusat peralihan uang dari saku ke loker kasir.Dalam beberapa tahun terkahir ini pemandangan Kota Malang diwarnai oleh munculnya bangunan fisik yang mengarah pada Kota Metropolitan. Faktanya, di daerah Jalan Gajayana beberapa bangunan rumah yang tadinya berdiri di sepanjang jalan, yang ada kini beralih fungsi menjadi sederatan pusat perdagangan dan industri kecil. Begitu pula di sepanjang daerah merjosari beberapa lahan yang tadinya berupa tanah lapang kinipun beralih fungsi menjadi tempat berdirinya rumah tingkat bermotif bisnis produktif dan efisien seperti kost atau kontrakan.  Apabila dicermati lebih jauh lagi dapat diperhatikan bahwa bisnis properti (perumahan) berkembang subur di Kota Malang, khususnya pada daerah-daerah pinggiran seperti di Tunggul Wulung, Turen, dan daerah lainnya. Daerah-daerah ini merupakan daerah penyangga kehidupan masyarakat Kota Malang dengan hasil buminya seperti padi, jagung, gula, dan lain sebagainya. Kota Malang yang telah penuh sesak dengan berbagai aktivitasnya, menyebabkan pembangunan kawasan perumahan baru banyak berdiri pada daerah-daerah yang tadinya tegalan, kebun dan sawah yang berada di sekitar Kota Malang.  




Realitas di Kota Malang juga menunjukkan bahwa mobilitas penduduk di Kota Malang juga menunjukkan peningkatakan dalam aktivitasnya. Hal ini ditandai dengan semakin banyaknya volume kendaraan roda dua dan roda empat yang melewati di beberapa titik jalan strategis di Kota Malang . Mobilitias penduduk yang tinggi tersebut semakin bervariasai kegiatannya seiring dengan momen-momen khusus yang terjadi. Seiring berlalunya waktu, jalanan di Kota Malang bertambah padat dengan arus kendaraan. Pada hari libur, masyarakat dari luar Kota Malang atau masyarakat Malang sendiri ingin menghabiskan waktu untuk berlibur di tempat-tempat wisata yang di Malang. Sedangkan pada hari-hari biasa, kepadatan aktivitas Mahasiswa untuk berangkat kekampus atau mengurus keperluan organisasinya memungkinkan mereka menggunakan jalan raya. Dua hal di atas sangat tidak dapat memungkiri bahwa Kota Malang sekarang juga di hinggapi penyakit sosial yang dari dulu sampai sekarang selalu boomingtanpa ada solusinya, yaitu penyakit ‘macet’. Menurut Djamester, kemancetan lalu lintas merupakan suatu keadaan kondisi jalan bila tidak ada keseimbangan antara kapasitas jalan dengan jumlah kendaraan yang lewat. Gejala ini ditandai dengan kecematan yang rendah sampai berhenti, jarak antara kendaraan yang satu dengan yang lainnya rapat, pengemudi tidak dapat menjalankan kendaraan dengan kecepatan yang diinginkan. .
Tiga fenomena diatas jika ditarik benang merah, sangatlah mempengaruhi mood geografis kota Malang. Mahasiswa yang semakin memadati kota Malang, membuat para penghuni tetap Kota Malang berlomba – lomba membangun gedung kost dari yang tarif ekonomi sampai tariff VVIP, dan lahan pun semakin menyempit. Kabutuhan hidup yang semakin bervariasi dan menuntut harga murah, menggiurkan para busnismen untuk menyediakan pusat perbelanjaan dengan harga yang bervariatif, pedagang kaki lima dan pemilik toko kecil semakin tertindas. Transportasi yang tak kalah penting dengan pemecahan rekor satu orang satu motor mungkin akan semakin memicu penyakit macet di kota Malang, komplikasi polusi udara semakin akut, sehingga wajar saja jika udara menjadi panas. Faktor – faktor tersebut, mungkin kedepannya mempengaruhi mood geografis Kota Malang. Malang yang dulu segar berubah menjadi panas, Malang yang dulu banyak tumbuhan sedap dipandang berubah menjadi gedung – gedung silau di mata. Dan semakin menipisnya lahan kosong untuk ditanami pohon karena giuran investai proyek perumahan yang menguntungkan. Malang yang dulu hijau, mungkin sebentar lagi akan berubah jad malang yang abu – abu, kuning, atau bahkan merah.